Selasa, 17 September 2019

ideologi pemersatu




       Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia adalah bangsa yang berpegang teguh dengan pilar-pilarnya. Kearifan lokal, adat-istiadat yang kental, nilai keberagaman serta gotong royong merupakan sederet gambaran masyarakat Indonesia yang kaya akan keberagaman. Salah satu kekayaan kita yang melimpah adalah bukan semata sumber daya alam, sumber daya manusia, akan tetapi Nusantara ini juga memiliki sumber daya ideologi, yakni pancasila. Inilah yang bangsa-bangsa asing sangat cemburu kepada Indonesia. Kerukunan umat beragama, perbedaan suku, etnik, bahasa dan budaya dapat direkat sedemikian elok oleh pancasila. Malah, agama sekalipun tak mampu merawat dan  merekat segala perbedaan herogenitas Indonesia yang terdiri dari 17.504 pulau, meskipun dari jumlah itu hanya 5.707 pulau saja yang telah memiliki nama dan berpenghuni. Indonesia mempunyai lebih lebih dari 300 kelompok etnik, tepatnya 1.340 suku bangsa dan terdapat 1211 bahasa (1158 bahasa daerah) menurut sensus Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2010. Pendek kata, pancasila menjadikan semua perbedaan sebagai kohesi sosial dalam bingkai multikulturalisme nasional. Bukan hanya penjernih bagi polusi-polusi sosial, pancasila juga perekat bagi heterogenitas nasional.

      Pancasila adalah ideologi dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama ini diadaptasi dari dua kata Sansekerta; panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asaspancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 pembukaan Undang-undang Dasar1945. Sumber daya ideologi inilah yang abadi, tidak akan pernah habis, namun demikian ia harus tetap diperbaharui agar tidak aus dan lapuk, agar tidak kering di dada kita masing-masing. Adalah tugas setiap generasi untuk menggali, menghayati, dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.      Mari kita mengenal keberagaman Indonesia lebih dekat. Di pelosok Nusantara tepatnya di kabupaten Halmahera Selatan  desa Bibinoi yang terletak di pulau Bacan, merupakan  kampung  yang dihuni oleh pemuluk agama Islam dan Kristen walau begitu mereka tetap hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Perbedaan yang ada di antara mereka tidak menjadi penghalang. Perbedaan justru menjadi mozaik-mozaik yang membentuk persaudaraan. Mereka  saling bekerja sama untuk menciptakan kenyamanan bersama. Mereka bahu membahu membangun jalan, saluran air, dan jembatan.ketika hari-hari besar tiba, mereka saling memberikan selamat dan salam. Tidak ada tendensi sekecil apapun untuk merendahkan apalagi mengacaukan. Tapi ternyata warga kedua permukiman berbeda agama yang hidup rukun dan damai itu pernah terlibat pertikaian selama kerusuhan ambon mendera. Desa Bibinoi tak luput dari dampak kerusuhan masyarakat yang tadinya hidup damai tiba-tiba menjadi porak-poranda. Namun setelah peristiwa mencekam itu mereka mampu bangkit, kedua pihak menata kembali tenunan toleransi yang pernah koyak.      Itu lah  gambaran  masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai sumber daya ideologi Bangsa.Nah, lalu bagaimana upaya kita mengamalkan sikap dari pancasila?     Ya.. kita harus mulai sadar sedalam-dalamnya bahwa pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia serta merasakan bahwa pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan Negara Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Pancasila itu adalah jiwa dan raga kita, ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar