Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.
Indonesia adalah bangsa yang berpegang teguh dengan pilar-pilarnya. Kearifan
lokal, adat-istiadat yang kental, nilai keberagaman serta gotong royong
merupakan sederet gambaran masyarakat Indonesia yang kaya akan keberagaman. Salah
satu kekayaan kita yang melimpah adalah bukan semata sumber daya alam, sumber
daya manusia, akan tetapi Nusantara ini juga memiliki sumber daya ideologi,
yakni pancasila. Inilah yang bangsa-bangsa asing sangat cemburu kepada Indonesia.
Kerukunan umat beragama, perbedaan suku, etnik, bahasa dan budaya dapat direkat
sedemikian elok oleh pancasila. Malah, agama sekalipun tak mampu merawat dan merekat segala perbedaan herogenitas Indonesia
yang terdiri dari 17.504 pulau, meskipun dari jumlah itu hanya 5.707 pulau saja
yang telah memiliki nama dan berpenghuni. Indonesia mempunyai lebih lebih dari
300 kelompok etnik, tepatnya 1.340 suku bangsa dan terdapat 1211 bahasa (1158
bahasa daerah) menurut sensus Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2010. Pendek
kata, pancasila menjadikan semua perbedaan sebagai kohesi sosial dalam bingkai
multikulturalisme nasional. Bukan hanya penjernih bagi polusi-polusi sosial,
pancasila juga perekat bagi heterogenitas nasional.
Pancasila adalah ideologi dasar bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Nama ini diadaptasi dari dua kata Sansekerta; panca berarti
lima dan sila berarti prinsip atau asaspancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh Indonesia. Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 pembukaan
Undang-undang Dasar1945. Sumber daya ideologi inilah yang abadi, tidak akan
pernah habis, namun demikian ia harus tetap diperbaharui agar tidak aus dan
lapuk, agar tidak kering di dada kita masing-masing. Adalah tugas setiap
generasi untuk menggali, menghayati, dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Mari kita mengenal keberagaman Indonesia lebih dekat. Di
pelosok Nusantara tepatnya di kabupaten Halmahera Selatan desa Bibinoi yang terletak di pulau Bacan, merupakan
kampung
yang dihuni oleh pemuluk agama Islam dan Kristen walau begitu mereka
tetap hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Perbedaan yang
ada di antara mereka tidak menjadi penghalang. Perbedaan justru menjadi
mozaik-mozaik yang membentuk persaudaraan. Mereka saling bekerja sama untuk menciptakan
kenyamanan bersama. Mereka bahu membahu membangun jalan, saluran air, dan jembatan.ketika
hari-hari besar tiba, mereka saling memberikan selamat dan salam. Tidak ada
tendensi sekecil apapun untuk merendahkan apalagi mengacaukan. Tapi ternyata
warga kedua permukiman berbeda agama yang hidup rukun dan damai itu pernah
terlibat pertikaian selama kerusuhan ambon mendera. Desa Bibinoi tak luput dari
dampak kerusuhan masyarakat yang tadinya hidup damai tiba-tiba menjadi
porak-poranda. Namun setelah peristiwa mencekam itu mereka mampu bangkit, kedua
pihak menata kembali tenunan toleransi yang pernah koyak. Itu lah gambaran masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai sumber
daya ideologi Bangsa.Nah, lalu bagaimana upaya kita mengamalkan sikap dari
pancasila? Ya.. kita harus mulai sadar sedalam-dalamnya bahwa pancasila
adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia serta
merasakan bahwa pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan Negara Republik
Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan pancasila sebagai
perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Pancasila
itu adalah jiwa dan raga kita, ada di aliran darah dan detak jantung kita,
perekat keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia.